Artikel ini sudah dilihat sebanyak : 670
Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.
Oleh Guslian Ade Chandra, Ketua Umum LSM GASPARI Gerakan Aspirasi Pemuda Aceh Rakyat Indonesia, Aktifis Pemantauan Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Giat justisia ruat coelum, pepatah latin ini memiliki arti “meski langit runtuh keadilan harus ditegakkan”
Pepatah ini kemudian menjadi sangat populer karena sering digunakan sebagai dasar argumen pembenaran dalam pelaksanaan sebuah sistem peraturan hukum.
Dalam penerapannya, adagium tersebut seolah-olah diimplementasikan dalam sebuah kerangka pemikiran yang sempit bertopeng dalih penegakan dan kepastian hukum.

Giat justisia ruat coelum, pepatah latin ini memiliki arti “meski langit runtuh keadilan harus ditegakkan”
Dalam penerapannya, adagium tersebut seolah-olah diimplementasikan dalam sebuah kerangka pemikiran yang sempit bertopeng dalih penegakan dan kepastian hukum.
Tatanan instrumen hukum acara pidana dan pemidanaan di Indonesia telah mengatur mengenai prosedur formal yang harus dilalui dalam menyelesaikan sebuah perkara pidana.
Namun sayangnya, sistem formil tersebut dalam praktiknya sering digunakan sebagai alat represif bagi mereka yang berbalutkan atribut penegak hukum.
Lihatlah bagaimana contoh kasus yang saat ini Sedang Berjalan dan ditangani Oleh Penyidik Pembantu Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Gandapura Resor Bireuen Polda Aceh. Kasus dimaksud tentang diduga satu orang dari dua orang Pelaku Warga Monjambe Kec Gandapura Kab. Bireuen baru usai Pendidikan di MAS Tahun 2019 yang lalu.
Pemuda itu Berinisial I yang dituduh mencuri Udang Vaname milik Saudara Ihsan yang merupakan pemilik tempat budidaya udang Vaname yang berlokasi di belakang rumah miliknya.
Kedua belah pihak yakni memiliki Hubungan yang dekat Hubungan Keluarga yang ironis jika ada pihak pihak yang merasa Dirugikan yaitu Korban yang Telah Mengalami kerugian sebesar Rp 300.000 dan Untuk dapat disampaikan bahwa korban pencurian sebenarnya telah dilakukan restoratif Justice yang tujuannya adalah berdamai, namun Disatu sisi Tokoh Masyarakat, Pemimpin Gampong harus Bijak dalam mengambil keputusan, Sehingga Aparatur polisi berbalutkan atribut penegak hukum lebih memilih untuk meneruskan kasus tersebut hingga sampai ke penitipan tersangka ke Mapolres Bireuen dimana sebelumnya tersangka ditahan di di mapolsek Gandapura Grogol sejak tanggal 1 hingga sampai dengan tanggal 5 Januari 2022 tersangka dipindahkan atau dititipkan ke ke markas kepolisian resor Bireuen Polda Aceh.
Sebuah contoh nyata dimana sistem formil pidana telah dijadikan alat represif tanpa memperhatikan kepentingan si korban dan pelaku.

Contoh lainnya yang mungkin lebih dikenal oleh masyarakat luas ialah kasus Deli, seorang pelajar SMP yang dituduh mencuri voucher sehingga harus menjalani proses formil pidana sampai ke pengadilan.
Kemudian kasus nenek Minah yang dituduh mencuri dua biji kakao sehingga harus duduk di kursi pesakitan dalam menjalani persidangan.
Jangan juga kita lupakan kasus nenek Rasmiah yang dituduh mencuri sop buntut dan piring majikannya yang kemudian harus berujung di meja hijau.
Kepentingan Korban serta Pelaku
Apa sebenarnya yang menjadi tujuan akhir dalam sebuah pemidanaan?
Apakah untuk menciptakan efek jera?
Apakah untuk menciptakan keteraturan dan keamanan?
Apakah untuk menciptakan tegaknya aturan hukum?




Sudah selayaknya, semestinya, seharusnya, dan sepantasnya sebuah “karya agung” bangsa Indonesia yang dipakai sebagai dasar formil dalam setiap penanganan perkara pidana lebih mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat, pendekatan humanis yang lebih adil harus didorong dan diutamakan ketimbang suatu pendekatan formal legalistik kaku yang tidak menciptakan keadilan di dalam masyarakat.
Karena sejatinya yang dicari dalam sebuah proses pemidanaan pun adalah keadilan, sehingga sang pemutus nantinya bisa menciptakan putusan yang berdasarkan keadilan dan bukan berdasarkan hukum, sama seperti adagium populer yang dipakai sebagai pembuka dari tulisan ini “Fiat Justisia Ruat Coelum”, walau langit runtuh KEADILAN harus ditegakkan.

Penulis
Guslian Ade Chandra,
Perkerjaan :
- Pimpinan Redaksi Media Catur Prasetya News
- Ketua Umum LSM Gerakan Aspirasi Pemuda Aceh Rakyat Indonesia
More Stories
Diduga Tidak Transparan, Warga Minta Inspektorat Audit DD Cot Mee
KEUCHIK GAMPONG COT MEE NISAM DIDUGA TIDAK TRANSPARAN KELOLA DANA DESA
Eksekusi Pembongkaran Jalur Kereta Api Kruenggeukeh Berjalan Tertib dan Kondusif Berkat Polsek Dewantara Turut Mendampingi Dilapangan